Kata Pengantar
Seni Beladiri Klasik Cakra Kembang
Karta Bumi Gunung Kidul merupakan seni pertahanan yang menakjubkan. Dimana setiap gerakannya
merupakan seni menguji waktu bertujuan untuk melatih tubuh, aliran energy,
pikiran, dan bermanfaat untuk kesehatan, peningkatan kecerdasan, pertahanan
diri, kesegaran mental, juga sebagai
sarana pengembangan spiritual dan penyembuhan tanpa memandang ras, kebudayaan
maupun agama. Seni ini seringkali dideskripsikan secara keliru oleh kebanyakan
kalangan, hanya sebatas sebagai “tarian atau senam pada umumnya” lantaran
gerakannya yang lambat dan tampak kurang bertenaga. Asumsi seperti itu muncul
karena kurangnya pemahaman tentang kedalaman dan dimensi seni tersebut. Orang
cenderung melihat hanya dari sisi gerakan
tarian lembut yang menebarkan pesona keindahan dan kewibawaan. Padahal
gerakan yang terlihat lembut layaknya gerakan tari itu adalah sebagai metode
mengakses energy alam semesta untuk kesehatan, kecerdasan dan pertahanan. (di
daratan china dikenal dengan Tai Chi yaitu energy tertinggi)
Pada prinsipnya, Seni Beladiri Klasik
Cakra Kembang juga bertujuan untuk sarana pencapaian Rahmat Tuhan dan
keseimbangan mental, peningkatan fisik, serta pengembangan tenaga internal atau
aliran energy. Meskipun cakupan keilmuannya terasa sangat dalam dan luas, Pengetahuan
Seni Beladiri Klasik Cakra Kembang tidak bisa diprioritaskan satu per satu.
Apabila ingin mendapatkan keuntungan yang menakjubkan, harus berlatih dengan
benar dan konsisten. Sebab hanya memahami teori lewat buku atau tulisan tidak
akan menjadikan seseorang sebagai praktisi cakra kembang yang kompeten. Pelatihan
Seni Beladiri Klasik Cakra Kembang menggunakan metode pelibatan energy,
attunement cakra dan pengendalian pikiran, hal tersebut membutuhkan bimbingan
seorang pelatih atau guru secara personal. Bagi para pemula disarankan untuk
mendapat instruksi personal dari guru yang kompeten, sebab kesalahan umum yang
sering terjadi pada murid adalah mempercepat pembelajaran mereka.
Berlatihlah menggunakan metode yang
benar dan penuh kesabaran namun tidak membabi buta. Apabila seorang murid yang
berlatih Seni Beladiri Klasik Cakra Kembang secara rutin namun masih saja
sakit-sakitan, lemah fisik, tidak cerdas, dan emosionalnya belum stabil atau
lemah mental, berarti ia tidak bijak bahkan dianggap gagal dalam berlatih.
Arti penting dalam pengetahuan Cakra
Kembang sebenarnya terletak pada aspek internalnya, bukan pada bentuk
eksternalnya. Tekhnik dasar semua gaya dan jurus cakra kembang membantu kita
untuk tetap sehat fisik dan mental, mampu mempertahankan diri dari berbagai
pengaruh negatif. Mengacu pada filosofi air “ yang lunak mengatasi yang keras,
mengalir bersama momentum lawan”. Materi pelatihan Seni Beladiri Klasik Cakra
Kembang merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu warisan para leluhur
atau nenek moyang diabad terdahulu yang hidup menyebar dibelahan bumi. Keilmuwan
ini sudah diilmiahkan seiring dengan perkembangan jaman tanpa harus merubah
konsep aslinya. Secara Ilmiah, pendekatan inti pelatihan Seni Beladiri Klasik Cakra
Kembang merujuk pada teori limid matematika dan ilmu fisika.” 0 (nol) dikalikan
bilangan berapapun hasilnya tetap 0 (nol). Contoh: 0 X 1.000.000=0. Dalam
kondisi 0 (nol) ketidak terhinggaan,
sering disebut dengan fitrah atau tingkat kepasrahan, penyadaran diri
terhadap Sang Pencipta Alam Semesta. Dalam kondisi ini seseorang akan merasakan
kekuatan yang sangat dahsyat. Nol (0) disini merupakan sikap manusia untuk
berlaku rendah hati, iman dan taqwa, merasa dan sadar bahwa tidak berdaya,
sebab semua daya dan kekuatan yang dimiliki semata-mata hanya milik Tuhan.
Menurut Fisikawan John Assaraf dan Murray Smith mereka memakai istilah Zero Point Field,”dimana ditingkatan paling
kecil, pada suhu nol mutlak semua bentuk
energy yang kita kenal lenyap.Ternyata di tingkat ini bukan lagi energy, bukan
juga ruang kosong. Dan kedua fisikiawan tersebut menyadari medan tersebut
paling tepat disebut sebagai Medan Informasi, artinya sumber energy muncul dari
samudera KESADARAN murni, dan dari KESADARAN inilah bisa berbentuk MATERI dan
ENERGI.
Pelatihan Seni Beladiri Klasik Cakra
Kembang menekankan pada pikiran dan pengendalian emosi, sebab emosi dan pikiran
mampu mempengaruhi apapun. Seperti yang pernah diungkapkan ilmuwan mancanegara
Rebecca Marina dan Dr. Felici, hasil penelitiannya : “ Pikiran dan Emosi mengubah bentuk sel darah, dimana bentuk gerakan
dan daya tahan sel darah berbeda beda sesuai dengan jenis pikiran dan emosi,
saat darah diambil sample, sel darah pada saat kita kondisi berdo’a kepada
Tuhan atau ingat akan Tuhan bentuknya sangat spesialis jika dibandingkan yang lain. Yakni selnya
kelihatan bercahaya dan tidak cepat mati”.
Bisa disimpulkan, meskipun Seni
Beladiri ini bersifat klasik karena bersumber dari keilmuwan kuno warisan
leluhur yang hidup pada jamannya terdahulu, ternyata memiliki kandungan makna
dan manfaat begitu besar bagi kita, dan faktanya juga bisa diterima secara
logika dan ilmiah oleh para pakar ilmu matematika dan fisika era modern.
Sungguh adiluhung hasil karsa, karya, daya, dan cipta para leluhur kita, yang
kemudian berhasil dirangkum menjadi satu kesatuan ilmu “Seni Beladiri Klasik
Cakra Kembang” Karta Bumi Gunung Kidul.
Sebagai penutup, puji syukur Kepada
Tuhan Yang Maha Esa saya berharap agar keilmuwan Cakra Kembang dapat terus
berkembang seiring dengan perjalanan waktu, serta bermanfaat bagi semua umat
manusia yang hidup di belahan Bumi Nusantara. Dalam kesempatan ini saya ingin
mengucapkan terimakasih kepada almarhum Ki Hamung Suket Kesampar ( Ki Marto
Dipuro), Eyang Parto Soman, Kyai Mukhbaran, Ki Mohammad Mukhorobin, Nyai
Kusumastuti, juga Eyang Ki Ageng Suro Diwiryo, Ki Harjo Utomo, Mas Imam
Supangat ( ketiganya guru besar Padepokan Setia Hati Terate), Eyang Dwija Purwaka, Grand Master Eka Sugandha
. Rasa terimakasih tak terhingga kepada tokoh spiritual yang saya temui dalam
meditasi, Ki Simo Lasmin atau Ki Ageng Simo Potro, lantaran bimbingan beliau semua maka keilmuwan
Cakra Kembang Karta Bumi Gunung Kidul menjadi
sangat bermanfaat bagi tata kehidupan semua umat. Terima kasih pula kepada Abah
Wagino (Ki Djaka Narendra) Ketua Umum Paguyuban
Suryo Mataram, KPH. Wijoyo Kusumo (Puro Pakualam) Ir. Budi Puryanto, Suparyoto, Sumanto,
Mardiyana, Tugiman, Sumarna, Sumarno, seluruh
murid saya, penasehat, pelindung, ketua cabang, pengurus, serta anggota
Paguyuban Suryo Mataram yang selama ini mendukung dan memberikan sumbangsih
secara moril. Ucapan terimakasih juga
kepada, istri dan anak anak terkasih saya, yang senantiasa memberikan motivasi
dan semangat demi terlahirnya perguruan
ini.
Biarkan
kesabaranmu seperti seribu gunung dan sungai mengalir
Keberhasilan
janganlah membawa perbedaan
Kegagalan
juga tidak menyebabkan kesenjangan
Bersikap
arif dan bijak tanggalkan kesombongan dan kelicikan
Pahamilah
kesadaran dari dalam untuk tidak rakus demi ketenaran
Biarkan
emosimu tenang seperti air di waktu senja
Perenging Gunung Kidul Yogyakarta
Penulis
Sukma Mulandara
Arti dan Makna Lambang
·
Mengapa Cakra Kembang disebut Seni Beladiri Klasik,
sebab beladiri ini ada unsur keindahan dan keanggunan layaknya sebuah seni
tari, namun didalamnya mengandung filosofi dan jurus jurus kuno yang bermanfaat
untuk mempertahankan diri.
·
Cakra
Kembang adalah Cakra-berarti pintu energi, Kembang-berarti bunga, secara umum
cakra kembang diartikan pintu energy yang mekar bagaikan kembang atau bunga
tunjung terate
·
Lingkaran
ganda luar dalam dengan jari runcing masing masing berjumlah delapan ,berwarna
putih dan keemasan melambangkan sebuah cakra atau pintu energy yang terdapat
dalam diri manusia,berfungsi sebagai alat pengaksesan dan penyaluran beragam
energi.
·
Lingkaran
warna keemasan identik dengan sinar
matahari atau sang surya, ,melambangkan sikap bijaksana, welas asih, dan rela
berkorban demi orang lain yang membutuhkan, Sesuai kodratnya matahari akan
senantiasa memancarkan sinar sebagai penerang alam semesta
·
Sedangkan
lingkaran berwarna putih melambangkan alam semesta .
·
Kembang
Tunjung mekar berkelopak tujuh berwarna merah dan ditengahnya ada bulatan kecil
warna putih diatas air. Kembang tunjung atau kembang terate melambangkan sebuah
kearifan, keluhuran perilaku yang cenderung tenang dan bijaksana, serta
memberikan kesejukan dan kedamaian terhadap sesama layaknya air. sesuai
kodratnya, kembang tunjung mampu hidup dimana
saja termasuk diatas air, dimana air sendiri merupakan sumber dari kehidupan. Kelopak
tujuh, melambangkan tujuh tingkatan keilmuwan cakra kembang. Warna merah
melambangkan sebuah keberanian, sedangkan lingkaran putih kecil mengisyaratkan
kesucian atau kebenaran. “Berani karena
benar, takut karena salah”
·
Burung
Cenderawasih warna merah api keemasan yang terbang posisi siap menerkam
melambangkan sebuah keindahan, keanggunan, kelembutan gerak dan gaya jurus
jurus Cakra Kembang. Namun dibalik semua itu menyimpan tenaga yang dahsyat bisa
dipergunakan untuk bertahan dan membela diri. Warna bulunya merah api keemasan mengisyaratkan
adanya unsur energy kehidupan.
·
Seekor
Naga hijau posisi siap mencakar melambangkan sebuah kekuatan Kundalini dalam
diri manusia. Kundalini adalah sumber segala energy dalam tubuh. Dimana
kundalini mempunyai kekuatan dahsyat berfungsi untuk menggerakan seluruh organ
tubuh manusia, baik secara fisik maupun mental spiritual. Diibaratkan,
kundalini merupakan Seekor Naga yang sedang bertapa di dasar samudera,
keberadaanyapun susah di jangkau, memerlukan perjuangan dan perjalanan panjang
untuk bisa mencapainya.
·
Sepasang
Harimau Hitam (Macan Kumbang) tubuhnya bersinar putih, sesuai kodratnya Harimau
Kumbang hidup selalu berpasangan, dan binatang tersebut terkenal cekatan, lincah dan mempunyai
kekuatan fisik yang dahsyat dan insting yang tajam, digunakan untuk mencari
mangsa agar bisa bertahan hidup. Pancaran sinar putih dari tubuh Macan Kumbang
mengisaratkan adanya aura yang melindungi. Disimpulkan kita sebagai manusia meskipun
mempunyai kekuatan hebat layaknya Macan
Kumbang sekalipun, namun kita harus tetap bersikap arif dan bijaksana, kekuatan
yang kita miliki bukan untuk kesombongan, tapi digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Sinar
putih cerah melambangkan aura atau energy perlindungan, aura tersebut akan terus
memancar terang dan tebal selama manusia berada dijalan kebaikan dan tidak
menyalahi kodrat. ( Sepasang Macan Kumbang terilhami dari kemunculan sosok Ki
Ageng Simo Potro di alam meditasi)
·
Tongkat
lurus berwarna putih bertepi merah, melambangkan pegangan atau pedoman hidup,
agar jalan kita tetap kuat dan tidak tersesat. Ketika manusia tidak mempunyai
pegangan atau pedoman dalam menjalani tata kehidupan, niscaya akan dibutakan
oleh segala hal yang bersifat semu, endingnya mengalami kesengsaraan. Putih
menggambarkan kesucian, merah melambangkan warna hati. Bisa diartikan kita hidup
haruslah tetap menjaga kesucian hati.
·
Tombak
berwarna putih bergaris merah bermata runcing berjumlah ganda berdiri tegak
lurus menghadap keatas dan ke bawah,
melambangkan tajamnya mata bathin, kewaskitaan.
Mata bathin dan kewaskitaan identik dengan spiritual. Sedangkan mata tombak ganda menghadap keatas dan kebawah, melambangkan
hubungan antara hamba dengan Tuhan. Dalam konteks Menyatunya Hamba dengan
Tuhan, atau dalam ajaran jawa dikenal dengan istilah“Manunggaling kawula klawan
Gusti”.
·
Sedangkan
Gunung adalah gambaran suatu pencapaian tertinggi,hijau merupakan warna daun
melambangkan ketenteraman. Gunung berjumlah lima mempunyai arti lima pedoman
hidup yang harus dijalankan oleh setiap manusia yang notabene sebagai hamba
Tuhan. Percaya adanya Tuhan atau ber-agama, berbhakti kepada kedua orang tua
dan menghormati guru, senantiasa berbuat kebaikan dan menjauhi segala tindak
kejahatan, saling tolong menolong dan menjaga toleransi antar sesama, sikap rendah hati dan tidak sombong, pencapaian
tertinggi dalam kehidupan manusia adalah Kembali kepangkuan Tuhan dengan
kondisi iman, serta yakin adanya Kharma (hukum sebab akibat)
·
Latar
belakang berwarna biru melambangkan tujuh pertala langit, dimana diatas langit
masih ada langit. Diibaratkan Setinggi
langit sekalipun kemampuan kita pasti masih ada yang lebih tinggi daripada
kita,
·
Karta
Bumi mempunyai makna, setiap anggota Cakra Kembang berkewajiban menjaga serta
menciptakan kemakmuran bagi orang lain maupun dirinya sendiri, dimanapun bumi
tempat kaki berpijak.
·
Gunung
Kidul nama sebuah tempat atau wilayah yang berada dibawah Pemerintahan Daerah
Istimewa Yogyakarta, dan ditempat tersebut Seni Beladiri Klasik Cakra Kembang
lahir dan berdiri.
Ajaran, Motto, Visi dan Missi
Ajaran : Ingin memperoleh tujuan tertinggi memilih
untuk mengalah agar melebihi kemenangan abadi dan kembali pada kehampaan
tak terhingga, menggunakan kekuatan untuk bertahan bukan untuk agresi
Motto: Menang Tanpa Mengalahkan, Mengalahkan Bukan Untuk Kemenangan
Visi: Menjaga, melestarikan, dan mengembangkan kesenian
dan kebudayaan warisan leluhur, serta meningkatkan kreatifitas tunas muda yang
berkualitas dan bermartabat
Missi: Menciptakan keseimbangan sosial, agama,
kesehatan, seni, budaya, dan pendidikan berdampak pada kerukunan antar umat
manusia dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara Kesatuan Republik
Indonesia
Idiologi :
Pancasila , Landasan : Undang undang Dasar 1945
Panca Dharma
1.
Beriman
dan bertakwa Kepada Tuhan
2.
Berbhakti
kepada kedua Orang Tua, Guru, Bangsa dan Negara
3.
Menciptakan
perdamaian dan kerukunan antar umat manusia
4.
Menjaga
dan membangun citra perguruan atau organisasi serta mengembangkan keilmuwan
ditengah kehidupan masyarakat
5.
Berjiwa
kasatria, pantang menyerah, bisa membedakan benar dan salah
1
Sejarah Lahirnya Seni Beladiri
Klasik Cakra Kembang
Karta Bumi Gunung Kidul
Seni Beladiri Klasik Cakra Kembang Karta Bumi Gunung Kidul
merupakan gabungan dari inti keilmuwan
klasik dari berbagai aliran yang berada di seluruh belahan bumi nusantara,
tidak mengherankan kalau didalam pengajaran gerak dan jurusnya sulit diprediksi
oleh berbagai kalangan. Sebab mengandung beragam unsur gerak dan gaya beladiri klasik dari berbagai sumber dan
aliran asal tanah jawa dan manca negara,
diantaranya Pencak Majapahit, Pencak Mataram, Pencak Pasundan, Betako beladiri
tangan kosong asal Jepang, Kungfu beladiri klasik berasal dari Cina, Rei Ki
dari Tibet mempunyai makna energy alam
semesta, Tai Chi energy tertinggi berasal dari Tionghoa, Chi Kung atau Qi Gong
Tionghoa Romawi berarti seni energy.
Pada
jaman kerajaan tempo dulu seluruh beladiri dari manca negara tanpa disadari tengah
tumbuh berkembang di bumi jawa, bersama datangnya bangsa luar negeri dari
berbagai ras. Tidak bisa dihindari kalau pada akhirnya beragam aliran beladiri
tersebut berbaur dengan bela diri
pribumi, yaitu Seni Pencak Silat yang merupakan ilmu kanuragan untuk pertahanan
diri. Berbagai aliran beladiri manca
negara, yang pada akhirnya tumbuh berkembang di tanah air, diantaranya, Betako (beladiri
tangan kosomg) masuk bersama bangsa jepang dan belanda, lantas bangsa china,
Tibet, dan Romawi mengajarkan kungfu, Rei Ki, Tai Chi dan Chi Kung, pada
awalnya beladiri manca tersebut hanya
diajarkan khusus kalangan keluarga dan kerabat sendiri. Seiring perjalanan
waktu, beladiri manca yang semula hanya diajarkan
di Vihara dan Klenteng dan tempat tempat tertentu, diajarkan pula diluar
lingkup keluarga dan kerabat, sebagai
sarana untuk mengambil simpati dan memperluas pengaruh . Hingga bangsa pribumi pada akhirnya tertarik
dan belajar, lantas beladiri adopsi
tersebut dipadukan dengan seni beladiri lokal. Salah seorang bangsa pribumi
yang berhasil menguasai teknik beladiri mancanegara adalah Ki Hamung suket
Kesampar (Eyang Marto Dipuro), kemudian
intisari beladiri dan keilmuwan dari berbagai aliran tersebut oleh Eyang Marto Dipuro digabung dengan seni
beladiri asli pribumi. Dan terciptalah sebuah beladiri klasik yang anggun dan
berwibawa “Tanpa Nama”. Siapakah
sebenarnya Marto Dipuro atau Ki Hamung Suket Kesampar itu, Eyang Marto
Dipuro terlahir dari kalangan rakyat
jelata di kaki Gunung Bromo Tlatah
Majapahit pada tahun 1831 lampau, kesehariannya hanya menggantungkan hidup sebagai
pencari kayu bakar dan rumput .Awalnya Marto Dipuro muda berguru ilmu kebathinan
atau kejawen kepada Ki Sastra Dimejo, seorang tokoh spiritual yang disegani
pada masanya. Berangkat dari bekal ilmu yang dimiliki dari ki Satra tersebut, Marto Dipuro mulai mengembara dan berguru ke
berbagai aliran kanuragan yang ada
ditanah jawa dan pasundan. Setelah dirasa cukup menimba ilmu, maka dia mulai
menjalankan amanah untuk menyebarkan dan mengajarkan kepada orang orang yang
membutuhkan.
Sekitar tahun 1863 oleh Ki Hamung Suket
Kesampar, keilmuwan “tanpa nama” ini mulai diajarkan kepada orang lain sebatas
bekal pertahanan dan perlindungan diri sendiri. Sedangkan metode pengajarannya
dilakukan secara rahasia dan berpindah-pindah, Meskipun diajarkan secara
sembunyi, namun penyebaran keilmuwan ini sudah meluas,selain diwilayah bumi
Majapahit dan Mataram (Jawa bagian Timur dan Tengah) juga berkembang hingga ke
wilayah luar jawa, diantaranya Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Murid
Ki Hamung Suket Kesampar sebenarnya tersebar dimana-mana, namun kebanyakan dari
mereka tidak ada yang melanjutkan pengembangan keilmuwan tersebut. Hanya ada
seorang diantara sekian banyak murid Ki Hamung yang bernama Ki Parto Somo, secara
diam–diam mulai mengajarkan keilmuwan tersebut, mulanya juga hanya diajarkan
kepada kerabat terdekat. Namun lambat laun keilmuwan tanpa nama itu terus berkembang
dan dipelajari secara umum. Beberapa murid yang setia mendampingi Ki Parto Somo
antara lain, Kyai Mukhbaran, Mohammad Mukhorobin, Nyai Kusumastuti, Ki Dwija
Purwaka. Murid murid setia Ki Parto Somo mengikuti jejak gurunya mengembangkan
ilmu tanpa nama tersebut. Seiring
perjalanan waktu, pada Tahun 2011 keilmuwan tanpa nama ini sampai ke daerah
Yogyakarta dibawa oleh salah seorang murid dari Mohammad Mukhorobin dan Ki Dwija Purwaka, bernama Ki
Sukma Mulandara. Oleh Ki Sukma Mulandhara keilmuwan tersebut awalnya diajarkan
secara terbatas kepada beberapa orang yang kebetulan dikenal. Kemudian pada Tahun
2012 Ki Sukma Mulandhara bergabung dengan
Paguyuban Suryo Mataram, lantas mengembangkan keilmuwan yang dimiliki lewat
paguyuban tersebut. Keilmuwan tanpa nama yang diajarkan Ki Sukmo Mulandhara oleh
ketua Paguyuban Suryo Mataram diberi nama Cakra Kembang berarti Cerdas Kreatif
Berkembang, dikenal dengan Seni Olah
Pernapasan Cakra Kembang, dalam
aktifitasnya berlindung dibawah
Paguyuban Suryo Mataram. Awal pengajaran
hanya menitik beratkan pada olah raga
ringan dan pengaksesan energi untuk menunjang kesehatan dan peningkatan
kecerdasan otak.
Selanjutnya Seni Olah Pernapasan Cakra
Kembang, oleh Ki Sukma Mulandhara, Nyai Sudiarti, dan Ki Suparyoto diganti namanya
menjadi Seni Beladiri Klasik Cakra Kembang Karta Bumi Gunung Kidul, dimana dalam
pengajarannya mempunyai cakupan sangat luas, selain untuk kecerdasan,
kesehatan, dan penyembuhan, juga terdapat beragam gaya dan jurus yang merupakan kombinasi dari berbagai aliran
beladiri klasik atau tradisional. Seni Beladiri Klasik Cakra Kembang Karta Bumi
Gunung Kidul status kelembagaannya berada
dibawah naungan LEMBAGA CAKRA KEMBANG KARTA BUMI GUNUNG KIDUL, di prakarsai
oleh, Ki Sukma Mulandara, Nyai Sudiarti, Ki Suparyoto, Ki Mardiyana, Ki
Sumanto. Meskipun payung hukumnya terpisah dari Paguyuban Suryo Mataram, namun
dalam aktifitasnya tetap sejalan dan tidak terpisahkan.
Pengajaran Seni Beladiri Klasik Cakra
Kembang Karta Bumi Gunung Kidul selain menggunakan
keilmuwan klasik, juga memakai teori ilmu pengetahuan modern bersifat ilmiah, keduanya dipadukan menjadi
satu kesatuan. Adapun, Ki Sukma Mulandhara sendiri lahir dari tlatah Bumi Majapahit, yang kemudian memilih tinggal dan menetap di
Bumi Kharta Dhak Sinarga Istimewa Yogyakarta .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar